Berita

Berita Thumbnail
Kamis, 06 Juli 2017
Oleh: Admin

Studi Lapangan “Tour de Minangkabau”

Semester genap 2016/2017 ini Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Trisakti melakukan kunjungan lapangan ke Sumatera Barat. Sumatera Barat dipilih karena memiliki keunikan topografi yang kemudian menjadi alasan bagi berkembangnya infrastuktur jalan dan jembatan untuk menghubungkan daerah-daerah yang cukup jauh.

Di sisi lain pengaruh budaya yang sangat kental yang dapat dilihat dari bentuk rumah adat dengan filosofi yang masih bertahan hingga saat ini. Berdasarkan alasan tersebut maka Sumatera Barat dipilih sebagai lokasi studi lapangan, tepatnya dilakukan kunjungan ke PLTA Maninjau dan Kelok 9, serta istana Pagaruyung sebagai kunjungan berwawasan kearifan lokal.

PLTA MANINJAU

Pada hari Kamis tanggal 6 Juli 2017 Dosen Teknik Sipil Universitas Trisakti mengunjungi PLTA Maninjau. PLTA Maninjau terletak di Kabupaten Agam Sumatera Barat. Pembangkit listrik ini menggunakan air pada Danau Maninjau sebagai penggerak turbinnya. Danau Maninjau memupakan danau terluas kedua di Sumatera Barat setelah danau Singkarak dengan luas hampir 130 km2. PLTA Maninjau memiliki 4 turbin yang berkapasita 17 MW untuk setiap turbinnya, sehingga mempunyai kapasitas total sebesar 68 MW. Fluktuasi permukaan air pada Danau Maninjau mempengaruhi sistem operasional pada PLTA. PLTA Maninjau memberikan kontribusi cukup besar bagi pasokan listrik pada daerah pesisir barat Bukittinggi. Kendala yang saat ini dialami adalah rusaknya daerah resapan air di sekitar kawasan PLTA.

KELOK 9

Kelok 9 terletak pada ruas jalan Batas Provinsi Riau – Batas Kota Payakumbuh – Pekanbaru. Merupakan jalan Nasional yang menghubungkan antara lintas barat, tengah, dan lintas pantai Timur Sumatera yang menghubungkan 2 provinsi yaitu Riau dan Sumatera Barat, dimana pada KM 143 sampai dengan KM 148 dari arah Padang merupakan jalur yang sulit dilalui oleh kendaraan berat, karena radius tikungan < 20 m, sementara lebar perkerasan hanya 4,5 m. Sumatera Barat terletak pada wilayah lembah dan pegunungan Bukit Barisan, sehingga merupakan daerah yang tertinggal dari aspek ekonomi. Untuk dapat meningkatkan perekonomian Sumatera Barat, maka kebutuhan infrastruktur jalan perlu ditingkatkan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukanlah re-alinyemen pada Kelok 9. Re-alinyemen jalan Kelok 9 adalah pilihan yang paling tepat agar truk gandeng dan trailer dapat berjalan lancar.

Konsep harmonis antara alam dan rekayasa teknik

Dinamakan Kelok 9 karena merupakan jalan yang berkelok-kelok sebanyak 9 buah kelokan. Pembangunan Kelok 9 mutlak dilakukan mengingat jalur tersebut beradadalam pertemuan IMS – GT (Indonesia-Malaysia- Singapura Growth Triangle) yang dinyatakan betapa pentingnya jalur strategis Padang – Bukitinggi – Pekanbaru untuk arus barang dan jasa guna mengakomodasi pertumbuhan ekonomi. Dalam perencanaan terdapat beberapa prinsip yang menjadi acuan utama yaitu:

  1. Menjaga nilai historis jalan Kelok 9 yang lama.
  2. Memberikan sumbangan bagi keindahan alam lingkungan kawasan Kelok 9.
Jembatan Kelok 9 dirancang untuk mengatasi masalah bagi pengendara yang ingin melintasi kawasan provinsi Sumatera Barat di bagian Timur Pulau Sumatera dan provinsi Riau di pesisir Barat Sumatera. Selama ini, pengendara harus menaklukan kelokan tajam. Selain jumlah kelokan, ketajaman kelokan, hingga elevasi jalan yang naik turun, maka jembatan dibangun untuk memangkas kelokkan dan membuat jalan lebih lebar, sehingga elevasi jalan menjadi datar dan jarak pandang menjadi luas. Tipe jembatan disesuaikan dengan keadaan alam yang ada dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Jembatan dengan alinyemen yang berada pada daerah dengan radius yang kecil 30 – 60 meter maka menggunakan Reinforced Concrete Girder.
  2. Untuk radius jembatan yang relatif lebih besar menggunakan Super Struktur Balok I Girder.
  3. Karena tidak ada pilar yang masuk kedalam sungai, maka untuk beberapa segmen mempunyai bentang yang lebih panjang antara 50 sampai dengan 55 meter, oleh karena itu menggunakan Balance Cantilever Box Girder.
  4. Untuk bentang 60 – 90 meter dengan yang berada pada lembah yang cukup dalam, maka digunakan Arch Bridge karena merupakan struktur yang tepat serta menjadi kombinasi yang harmonis dengan alam.
 

Istana Pagaruyung

Istana Pagaruyung terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana yang berdiri saat ini merupakan replika dari istana yang asli. Istana Pagaruyung yang asli terletak diatas bukit Batu Patah yang terbakar pada tahun 1804. Pada tahun 1966 iatana yang telah dibangun dan diperbaiki kembali terbakar. Istana kemudian kembali dibangun pada tahun 1976 ditapak yang bersebelahan dengan tapak istana yang lama. Namun, pada tahun 2007 Istana Pagaruyung kembali terbakar akibat tersambar petir yang mengenai puncak atap istana. Istana Pagaruyung merupakan bagunan tertingkat 3 dengan material kayu yang mendominasi.

 

Istana kayu berbentuk empat persegi panjang seperti rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong ini dilengkapi dengan tabuah, rangkaian patah sembilan, surau, serta didominasi beragam ukiran yang setiap bentuknya memiliki falsafah, sejarah dan budaya Minangkabau. Gonjong merupakan simbol kemenangan adu kerbau melawan orang Jawa, dan sampai dengan saat ini bentuk tersebut sering digunakan sebagai simbol pada perhiasan. Tiang-tiang dalam dan luar istana ini tampak miring seperti lambung kapal yang memanjang, begitupun dengan kusen jendela dan pintu yang dipasang, hal ini memiliki falsafah bahwa rendah hati dan bersikap merendah tidak akan membuat kita menjadi hina. Struktur istana ini memang didisain miring, setiap tiang ditarik ke arah yang berbeda yaitu utara, selatan, timur dan barat. Setiap tiang dibangun tanpa paku dan tanpa beton, hanya menggunakan pasak dan ikat saja.

Floatin Button
Floatin Button